Minggu, 19 Oktober 2008

Ghost Buster

Alkisah di sekitar tahun 1990-an. Saat itu berlangsung camp utk remaja, sebagai ketua KPR saya mendampingi mereka. Peserta dan panitianya adalah anak-anak SMP dan SMA kelas 1. Acaranya di Simon Petrus, Batu.

Sore itu, pada saat sessi berlangsung ada peserta yang jatuh sakit. Katanya kakinya kejang dan dia terus menerus mengerang kesakitan. Seorang teman
bilang bahwa dia memang kejang di sessi-sessi sebelumnya tapi tidak separah ini. Saya heran karena dia mengeluh kakinya kejang, tapi betisnya lemas.
Pengalaman saya, kalau orang kejang kaki pasti betisnya kaku (karena sejak SD saya rutin berenang dan sering membantu orang yang kejang di kolam renang). Saya merasa ini sesuatu yang agak lain. Saat itu ada pendeta yang sedang menunggu istrinya yang menjadi pembicara pada acara itu. Saya minta beliau untuk mendoakan anak remaja ini, dengan acuh dia bilang bawa saja kedokter. Saya tahu, pasti itu jawaban yang mungkin diberikan, tapi saya yakin penyakit ini gejalanya tidak biasa. Saya merasa mungkin ada sesuatu yang lain.

Karena pak pendeta GKI ini tidak mau mendoakan, saya ingat bahwa diseberang tempat camp ini ada III (Institut Injili Indonesia) yang salah satu dosennya
pernah menulis buku tentang okultisme, Pondsius Takaliuang. Saya dan beberapa teman kesana dan bermaksud minta bantuan dia, ternyata dia tidak ada dan waktu saya tanya di komplek perumahan itu, apa ada pendeta yang bisa membantu saya? Saya diberitahu beberapa rumah. Semua rumah itu saya datangi dan semua orang yang dimaksud tidak ada dirumah.
Saat itu Inggrid bilang: kalo cuma mau berdoa, kita sendiri pasti bisa berdoa. Perkataan ini benar-benar bermakna bagi saya saat itu. Saat itu saya langsung mengajak mereka kembali ke tempat camp itu dan mengumpulkan beberapa pengurus dan panitia (yang rata-rata SMA dan SMP) untuk berdoa bersama. Tante penjaga tempat camp tsb bersimpati dan mau berdoa bersama. Kira-kira kita 7-10 orang. Ada Cik Syeni, ada Erlen, ada Inggrid, ada siapa lagi ya......?

Kita duduk mengelilingi rekan (ada yang ingat namanya?) yang mengerang kesakitan itu. Kita berdoa berantai mohon kesembuhan bagi rekan ini. Tante penj
aga itu mengajak kita untuk menyelinginya dengan menyanyi, jadi selain berdoa kita menyanyikan lagu pujian. Sampai beberapa menit kemudian rekan yang sakit itu, bersuara seperti suara anak kecil (bukan suara yang wajar) dan berkata: "Saya mau keluar asal kamu jangan nyanyi". Saya kaget juga, tapi tante itu yang membimbing kita untuk mengatakan "tidak!". Kami terus berdoa dan menyanyi. Tawar menawar dengan suara anak kecil itu terus berlangsung dan kami selalu mengatakan "tidak!". Sampai suatu saat mata anak itu jadi jalang dan menatap saya dan berkata: "Siapa kamu?" Saya kaget tapi terus berdoa bersama..... Saya merasa ada kekuatan yang muncul disuara dan disorot mata rekan ini...... Kira-kira setelah satu jam kami berdoa dan bernyanyi, tiba-tiba anak itu bersuara melengking dan kemudian sorot matanya kembali normal dan dia tertidur. Saat itu kami yakin sesuatu sudah terjadi, kami bersyukur untuk jawaban doa kami. Rekan ini sembuh. Dan menurut penuturan dia di kemudian hari bahwa memang dia pernah dipasangi susuk oleh pamannya.

Saya tidak pernah melihat hantu atau percaya pada hal-hal gaib. Tetapi pengalaman ini membawa saya untuk percaya bahwa ada "sesuatu" yang lain itu. Dan yang menarik bahwa doa kita yang masih remaja dan awam ini mampu mengalahkan "kekuatan" itu.

Pengalaman ini benar-benar membekas dihidup saya. Pengalaman bahwa memang dilingkungan GKI hal-hal yang gaib kurang dipercaya atau diperhatikan.
Seperti sang pendeta yang tidak mau mendoakan rekan tadi. Mungkin ini memang merupakan ciri khas GKI kita. Tapi jangan lupa, kita punya Tuhan yang sama dan Dia mampu melakukan apapun.

Tidak ada komentar: